Bencana hidrometeorologi besar yang melanda pulau Sumatera pada akhir tahun ini semakin mempertekan tantangan ekonomi Indonesia dan menjadi salah satu ujian penting bagi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025. Banjir bandang dan longsor yang dipicu oleh cuaca ekstrem telah berdampak tidak hanya pada korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, tetapi juga pada dinamika perekonomian di level regional maupun nasional.
Bencana yang terutama melanda provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat ini dipicu oleh curah hujan tinggi yang berkaitan dengan fenomena Cyclone Senyar, sehingga menyebabkan banjir besar, tanah longsor, serta kerusakan luas pada rumah, fasilitas umum, dan jaringan transportasi. Akibatnya, lebih dari 3,2 juta orang terdampak, dan kerugian material diperkirakan mencapai lebih dari Rp68 triliun.
Sebagai pulau yang memiliki peran penting dalam sektor pertanian, industri, dan logistik di Indonesia, kondisi Sumatera pascabanjir telah menimbulkan tantangan signifikan. Penutupan akses transportasi akibat kerusakan jalan dan jembatan serta terganggunya arus distribusi barang turut menghambat aktivitas ekonomi di sejumlah wilayah.
Lembaga kajian ekonomi memperkirakan bahwa kerugian yang timbul akibat bencana ini bisa berdampak pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara nasional. Menurut proyeksi lembaga independen, potensi penurunan PDB akibat gangguan aktivitas ekonomi di daerah terdampak bisa mencapai puluhan triliun rupiah, meskipun bukan efek permanen terhadap angka pertumbuhan tahunan.
Bank Dunia juga menyampaikan peringatan bahwa bencana ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025, dengan ekspektasi pertumbuhan menjadi lebih moderat dibanding proyeksi awal. Faktor supply chain terputus dan turunnya konsumsi di wilayah terdampak menjadi sisi yang dipantau ketat oleh para analis ekonomi.
Meski menghadapi tekanan dari bencana besar, pemerintah melalui Kementerian Keuangan optimistis bahwa dampaknya terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional tidak akan signifikan. Menteri Keuangan menilai bahwa ekonomi Indonesia diperkirakan masih mampu tumbuh di atas 5,5 persen pada kuartal IV 2025, meskipun ada perlambatan yang tidak terlalu tajam akibat bencana di Sumatera.
Pemerintah juga menyoroti bahwa kegiatan recovery dan rehabilitasi di daerah terdampakātermasuk pembangunan kembali infrastruktur dan perumahanājustru berpotensi menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi lokal dalam jangka pendek. Aktivitas konstruksi dan aliran dana bantuan diharapkan dapat memicu permintaan di sektor-sektor terkait.
Tidak hanya dari sisi fiskal, pemerintah juga meluncurkan berbagai respons terpadu untuk mempercepat pemulihan. TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta relawan dilibatkan secara masif untuk membantu evakuasi, distribusi logistik, serta layanan kesehatan di wilayah terdampak. Fokus utama saat ini adalah membuka kembali akses transportasi dan memulihkan layanan dasar yang terputus akibat bencana.
Inisiatif untuk mendorong pemulihan ekonomi regional juga mencakup alokasi anggaran tambahan, dukungan kredit usaha rakyat (microfinance), serta program stimulus yang ditargetkan untuk para pelaku usaha kecil yang kehilangan mata pencaharian. Pemerintah menegaskan bahwa penanganan bencana tidak hanya dilihat sebagai respon kemanusiaan, tetapi juga bagian dari strategi menjaga daya tahan ekonomi nasional di masa yang penuh tekanan ini.
