Mengapa Riau selalu disorot pemerintah pusat dalam setiap kasus kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla tiap tahunnya. Padahal kasus ini juga terjadi di Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan hingga Kalimantan.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan kembali, bahwa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) masih berlaku.
“Ini yang jadi pedoman utama kita dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di seluruh Indonesia. Termasuk di Provinsi Riau,” katanya saat berada di Pekanbaru, Selasa, 22 Juli 2025.
“Instruksi Presiden ini belum dicabut. Jadi tetap berlaku dan menjadi acuan semua pihak dalam menjalankan peran dan tanggung jawab masing-masing,” tegasnya.
Setiap pihak diminta untuk mematuhi aturan dalam Inpres tersebut yang telah mengatur secara rinci tugas kementerian, pemerintah daerah, TNI/Polri, dan lembaga terkait.
Hanif menyoroti pentingnya Provinsi Riau dalam konteks pengendalian Karhutla nasional karena dari total 9 juta hektare luas daratan Riau, sekitar 4,9 juta hektare atau lebih dari separuhnya merupakan lahan gambut—jenis lahan yang sangat rawan terbakar.
“Ini lah yang membuat Riau menjadi wilayah kunci dalam strategi pengendalian kebakaran,” tegasnya.
Dari 13,4 juta hektare luas gambut nasional, sekitar separuhnya berada di Riau. Namun, dari luasan tersebut, hanya sekitar 2,5 juta hektare gambut yang masih tergolong alami. Selebihnya telah terdegradasi dan memerlukan perhatian khusus.
Selain itu, sekitar 4 juta hektare daratan Riau telah menjadi area perkebunan kelapa sawit—yang berdasarkan sifat ekologisnya tumbuhan ini membutuhkan kanal-kanal pengeringan air. Hal ini juga turut memperbesar potensi kebakaran hutan dan lahan di Riau.
“Ini menjadi tantangan serius. Meskipun beberapa wilayah masih diguyur hujan, air di kanal-kanal gambut yang surut memperbesar potensi kebakaran. Inilah yang menjadi perhatian serius BNPB, karena gambut yang mengering bisa memicu kebakaran besar meski curah hujan masih ada,” pungkas Hanif.
Sementara itu, Karhutla di Provinsi Riau menunjukkan peningkatan signifikan. Dalam laporan harian yang dirilis pada Senin, 21 Juli 2025, tercatat sebanyak 1.450 titik hotspot terpantau oleh BMKG dan BRIN, dengan luas lahan terbakar mencapai 927,54 hektare. Total fire spot aktif yang terverifikasi sebanyak 256 titik api.
Dari seluruh kabupaten dan kota di Riau, wilayah Rokan Hilir (Rohil) menjadi daerah paling terdampak dengan 532 hotspot, disusul Rokan Hulu (Rohul) sebanyak 317 hotspot dan Pelalawan dengan 124 hotspot. Sementara dari sisi luasan lahan terbakar, Rohul juga mencatat angka tertinggi yakni 229,3 hektare, kemudian Kampar sebesar 184,2 hektare, dan Rohil sebesar 194,25 hektare.
Petugas gabungan dari berbagai unsur—termasuk Manggala Agni, BPBD, TNI, Polri, dan masyarakat—terus melakukan upaya pemadaman di lapangan. Pada hari ini tercatat sebanyak 4 titik api berhasil dipadamkan, 9 titik dilakukan pendinginan, dan 14 titik sedang dalam proses pemadaman.
Wilayah-wilayah lain seperti Dumai, Siak, Meranti, hingga Kuansing juga melaporkan adanya peningkatan aktivitas kebakaran, meskipun dengan luasan dan jumlah hotspot yang lebih rendah. Sebagian daerah, seperti Pelalawan, masih belum dapat memastikan total luas lahan yang terdampak.
Upaya pemadaman juga didukung oleh kekuatan udara dari BNPB, dengan penambahan sortie helikopter water bombing dan patroli udara. Tercatat total 20 sortie patroli dikerahkan menggunakan helikopter AS365, Bell 206, dan Mi-8 MSBT, termasuk 18 sortie penyiraman yang menurunkan lebih dari 3 juta liter air ke titik-titik api utama.***